A Prophetic Message

Sabtu kemarin, setelah doa penutup acara Wisuda Pembinaan Pria Sejati periode 2005, Arman menghampiri saya dan berkata, “Kok rasanya hati kita nggak di sini ya, ada yang kurang, tapi gue ngak tahu apa”. Saya duduk terpekur, mencerna perkataannya dan tiba-tiba saja saya berkata, “Kita sudah dalam comfort zone Man. Soal wisuda ginian aja, kita siapin dalam seminggu juga bisa. Semua udah tahu kerjaan masing-masing, udah bisa jalan sendiri-sendiri”. Bukan sombong, cuma pekerjaan kami di pelayanan Pria Sejati ini sudah terpatri di benak masing-masing. Jadi seperti robot saja, bekerja setelah diperintahkan, dan melakukan sesuai kebiasaan. Tidak lagi dengan sepenuh hati melayani jiwa-jiwa dan Dia.
Saya pribadi sudah tujuh periode dalam pelayanan ini. Jujur, semakin hari saya mengingat bahwa ini adalah pekerjaan Allah hanya dikala kuota peserta kurang, saat pembagian kelompok, dan saat-saat altar call. Selebihnya saya bekerja demi kepuasan pribadi. Bisa dekat dengan pemimpin, bisa punya data demografi dengan berbagai variabel sebaran, bisa coba-coba gadget baru (kemarin di wisuda sempat main-main dengan video mixer 4 channel). Salah… tujuan pelayanan saya sudah melenceng jauh.


Beberapa hari berselang, SMS dari Arman, “Dhi, gw dah siap buat 2 tim, mg dpn tim yg baru terbentuk. Tim yg ada skrg, akan berkonsentrasi di pely pria youth.” membuat saya terhenyak. Tim baru? New challenges, tentunya. Detik itu juga saya terlempar dari comfort zone, sampai susah tidur. Paginya saya mencoba telepon dia, nada sambung, tapi sepertinya tidak ada orang di seberang sana. Berkali-kali sampai saya SMS balik ke dia menanyakan secara teknis pembentukan tim baru itu plus deskripsi kerja tim lama dalam melayani Camp Youth. Sampai sore saya pulang kantor tidak ada balasan.
Jam 19:40 tanggal 26 akhirnya dia menelepon saya. Terlibat dalam pembicaraan seru tentang rencana ini. Jujur nih, saya melihat antusias Arman yang begitu besar dari ide ini. Sama dengan ide-ide dia lainnya yang menurut sebagian orang tak masuk diakal. Saya yang memang sejak dulu jadi “kanvas rem” buat ide-idenya, mencoba menjabarkan situasi yang ada sekarang, realita pelaksanaannya serta risikonya. Dua jam telepon 6585 saya sudah sepanas pisang penyet. Kami sudahi diskusi, atau bisa dibilang debat, dengan solusi menyerahkan keputusan ke Pak Seno, pemimpin jemaat di gereja kami.
Selasa kemarin jam 8 malam, kami semua berkumpul di ICDS dengan agenda evaluasi dan restrukturisasi tim. Seperti biasanya, acara dimulai dengan melempar kritik dan saran, pemberesan antar anggota tim yang sedang berselisih, meminta maaf dan memaafkan lainnya, mengaku dosa dan kesalahan sendiri (kayaknya nggak ada deh yang kayak gini di pelayanan lain), sehingga kami semua berlapang dada melepas beban untuk pelayanan berikutnya.
Seperti yang saya khawatirkan, ide Arman untuk segera membuat Camp Single (sebutan Youth rasanya terlalu muda) dirasa oleh sebagian tim terlalu terburu-buru. Banyak alasan yang dilemparkan lagi di forum, dari beberapa yang sudah saya perkirakan hingga sesuatu yang baru seperti kebutaan akan materi dan tujuan utama Camp Single. Saya sendiri meragukan komitmen dari anggota tim dalam penugasan baru ini. Apalagi akan dikooridinir oleh orang baru juga.
Jarum pendek Alexandre Christie sudah nongkrong di angka sebelas dan kami belum selesai. Akhirnya kita memutuskan untuk selesai pada titik ini, menunjuk dan mendoakan koordinator Camp Single yang baru (Andry, 123…!!!), menunda Camp Single sampai tim baru selesai terbentuk, kemudian menjadualkan pertemuan berikutnya secepatnya karena Camp Pria Sejati telah dijadualkan tanggal 6-7 Agustus 2005.
Semua telah pulang. Saya sedang menghidupkan mesin Espass saat Arman dan Agus datang menghampiri. Hem, rasanya sedih juga merombak tim yang sudah solid. Apalagi melihat Agus dengan sentimentilnya mengucapkan, “Man, akhirnya kita mesti pisah juga”. beberapa menit kami masih membahas langkah-langkah teknis untuk menyiasati Camp yang sudah diumumkan pelaksanaannya, sampai jam 11.30 saya benar-benar meninggalkan Maizonette.
Arman sempat bilang, “Dhi, kamu bukan cuman nyeletuk waktu di acara widuda, itu pesan profetis dari Allah buat kita semua”. Di tol saya jalan 135, terbayang jelas tugas baru yang Allah berikan di hadapan saya. Saya harus memperbarui tujuan pelayanan saya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top