The Last Man Stand?

Rasanya hampir seperti itu, dejavu. Resikonya kerja di kantor kecil. Satu saja ada staf yang resign, persentase terhadap keseluruhan karyawan berdampak besar.
Kali ini dari 11 berkurang dua. Apalagi yang rsign dari departemen yang sama. Kek bedol desa aja. Soal bedol desa, teman saya juga sedang mengalami hal yang sama, di perusahaan besar malah. Departemennya hendak direlokasi ke negara antah berantah (i shouldn’t say that) dan satu per satu staf lokal sudah pada mrotoli, tinggal dia seorang yang di-keep sama atasannya dengan alasan system maintenance. Tapi pada akhirnya dia juga harus cabut sih, soalnya opsi ikut ke nowhere itu sesuatu yang tak mungkin (cmiiw). Dilemanya dia mungkin tak separah saya karena opportunity dia relatif lebih besar.
Kembali lagi ke nasib… kasus saya. beberapa bulan lalu saat sekantor galau (part 1) saya pernah nyeletuk soal oportuniti saya ke teman-teman. Buat saya, nyari kerjaan baru itu sudah susah. Dari segi usia sudah tidak mendukung, apalagi kalau suruh compete dengan yang muda-muda (baca: single) yang masih rela digaji kecil dengan workload segajah. So? Mungkin judul di atas benar, sambil mencoba mengayunkan kaki kanan ke perahu lain…

1 thought on “The Last Man Stand?”

Leave a Reply to Anonymous Cancel Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top