Saya punya langganan tukang nasi goreng di depan kompleks. Sampai sekarang dia masih pakai minyak tanah untuk memasak di gerobaknya. “Kenapa nggak ganti gas?” tanya saya suatu malam. Alasan dia terlalu dangkal, “Males ganti”. Ampun! Padahal dia sendiri yang cerita ke saya kalau teman-temannya yang sudah ganti ke gas jadi lebih irit pengeluarannya, jadi lebih cepat panas, dan nggak perlu memompa tabung. Itu pembicaraan dua bulan yang lalu. Kemarin, saya lihat dia masih pakai tabung minyak dengan pompa tangan siap di sebelahnya. What a waste…
Lain lagi dengan langganan mie ayam di kompleks gereja saya. Senin kemarin menyempatkan nongkrong, dan mengamati kompor dia yang baru:
Regulatornya berbeda dari yang biasa kita pakai, selangnya pendek saja sampai ke pipa lurus masuk ke dalam gerobaknya. Saya lihat ke dalam, pipa itu sepertinya dibuat khusus, ada tambahan keran gas, dan berakhir di bawah dandang air panas mie. Apinya menyembur kencang kalau keran gasnya dibuka lebih lebar, persis dengan kompor minyak yang biasa dipakai para PKL. Apinya jauh lebih biru (buat api, biru lebih panas daripada merah). Dia hanya membawa satu tabung. Saat saya tanya, dia bilang, “cukup kok Mas, paling besok baru ngisi lagi”.
Hm… saya mesti “ngompori” tukang nasi goreng langganan saya lagi. Siapa tahu harga nasi gorengnya jadi lebih murah, atau suwiran-suwiran ayam muncul lagi di nasi gorengnya. Hehehehe…
Komentar