Loper Koran & Sepuluh Juta

Tahun lalu saya masih sering pulang kantor lewat Cideng. Sampai pada akhirnya sadar kalau saya sedang membuang waktu sangat banyak untuk melalui ratusan mobil dan motor yang melintasi jurusan itu, dan membuat saya memilih Pejompongan – Slipi – Jelambar – …
Masih terbayang di perempatan Cideng, setiap sore, dengan rajinnya seorang bapak tua mencari peruntungan dengan menjual koran. Stoknya tidak banyak seperti pada lazimnya loper koran yang membawa setumpuk koran dan majalah di lengannya. Bapak ini hanya membawa paling tidak lebih dari dua puluh koran. Berjalan dengan perlahan di antara kendaraan yang berhenti di lampu merah Cideng, tanpa agresif menawarkan dagangannya. Sekali lagi, tidak seperti lazimnya loper koran yang segera berlari mendekat jika melihat mata kita sedikit saja melirik ke koran mereka *makanya saya sering pakai kacamata hitam setiap pagi agar leluasa membaca headline koran-koran*. Kadang, bapak ini ditemani dengan dua anaknya. Mirip sekali wajah keduanya dengan bapaknya. Yang satu masih sangat muda, laki-laki. Mungkin masih SMP. Yang satu perempuan, berambut panjang, setara SMA, tanpa canggung menata korannya yang hanya sedikit di lengannya dan berjalan di antrian mobil lainnya. Mereka ini lain, karena memang berbeda. Lihat sajalah sendiri, coba lewat Cideng waktu pulang kerja.
Atau kalau anda kemarin Minggu sempat melihat Uang Kaget 10 jutanya Helmi Yahya, anda akan melihat dia, mendapat peruntungan yang tidak sedikit. Sangat besar saya kira. 30 menit untuk membelanjakan uang sebanyak itu, pilihan bapak ini sebenarnya tepat: Mal Ciputra. Dan yang pertama dimasukinya adalah Frank&Co! Gee… mungkin dengan uang 10 juta saja kurang untuk membeli barang termahal di toko ini. Hem… hem… itu toko langganan istri saya cuci mata.
Saya tidak akan menceritakan ulang acara episode kemarin, hanya mengulang kembali apa yang sering sekali diungkapkan bapak ini, “…saya selalu mencari uang dengan halal…”. Ah, betapa bersyukurnya istri dan anak-anaknya. Meskipun hidup pas-pasan, dia layak menjadi panutan.