Komunikasi Terbaik

Ada banyak cara berkomunikasi. Surat, email, chatting, telepon, bahasa isyarat, sandi, dan puluhan (atau ratusan?) lainnya. Dari pengalaman saya, berbicara berhadapan langsung dengan fokus penuh adalah yang paling baik.
Saya pernah hampir kehilangan seorang teman lama hanya karena berbeda chatting style. Saya sebagai pribadi menganggap Internet Chat hanyalah media komunikasi yang lebih fleksibel untuk putus-sambung sesukanya, sedangkan dia menganggapnya sebagaimana telepon yang semestinya ada awal dan akhirnya. Walhasil saya dicuekin berminggu-minggu.
Ada juga pernah karena sebuah tulisan, seperti surat yang single handshake Teman lainnya menyalah artikan postingan saya. Daripada (lagi-lagi) kehilangan, lebih baik saya turunkan tulisan itu disertai permintaan maaf.
Tapi problem komunikasi saya lebih banyak terbentur dengan hape. Barang yang satu ini sangat tergantung dengan hal-hal penting seperti kapasitas baterai, kekuatan signal, pulsa, setting nada dering, dan segala fitur-fitur lainnya.
Karena kebiasaan Yanty mengisi baterai hape hanya kalau sudah habis & diisi dalam keadaan mati, saya selalu dibikin senewen karenanya (FYI, hape saya selalu “ON” 24/7 kecuali saat sengaja dimatikan). Terlebih lagi karena Samsung C100nya memang sudah parah, saya sering mendengar, “Anda terhubung dengan layanan Mail Voice dari nol delapan satu enam…” aarrgghh… Untung sudah dijual. Untuk sementara Yanty memakai 2 mesin perang saya yang lebih bisa diandalkan, N6100 & N6585. Yup, saya memang Nokia-phile (kalau Nokia mengeluarkan PDA Phone Win, mungkin saya tidak beli iPAQ ini).
Hari ini tak terduga saya seharian tidak bisa kontak dia. Mangkel? jelas! Lha wong sudah bawa 2 (“dua”) hape kok ya masih seperti ini. Sampai di rumah akhirnya tersambung juga. Tahu apa kata Yanty? All phones in Earthquake mode! Hgyaa…!