Minggu lalu, salah satu teman milis iPAQers mengirimkan undangan ini, plus komentar, “Disini nih…. sedep banget kayaknya…”. Hmm… makanan terenak se-Jakarta ngumpul di sini. Yanty OK untuk ikut, dan saya forward ke teman-teman kantor & komsel. Franky & fam langsung membalas mau ngikut… 😀 rame!
Sabtu itu, jam tujuh kurang, kami sampai di Lapangan Banteng. Duh! parkir mobilnya berantakan! Letaknya di pinggir jalan dan sudah dua lapis. Saya melongok ke bagian dalam, ternyata memang sudah penuh. Untung, ada Suzuki Katana bergerak keluar dari lapis luar. Untung lagi Zebra saya cukup masuk ke celah yang ditinggalkannya.
Kami masuk ke area, dan kaget. Tak siap dengan lingkungannya dan suasananya. Sangat berdebu, tanah lapang keras itu sudah menjadi bubuk tanah halus yang sangat mudah airborne. Sandal Willi terbenam di dalamnya, roda-roda stroller Sisi membuat bekas dalam. Hem satu lagi, antrian panjang di semua tenda, hah…! Mana belanja ala Food Court MTA: pakai kupon. Duh, di tempat penukaran pun sangat panjang antrinya. Eh, ternyata mereka tukar untuk mengembalikan kupon. Dengan mudah, Yanty & Franky mendapatkan kupon.
Lalu, mau antri yang mana? Semua panjang, terlebih lagi di sini bercokol nama-nama tenar, rekomendasi P’ Bondan? Tau’ deh… Saya ingin kerak telornya. Antriannya tak berperasaan. Yanty pun rela antri demi kerak telor. Franky & Yuyun sudah dapat Dodol Bu Nining, Nasi Goreng Aceh, & Sate Padang… (yg pedas, tapi dihabiskan Willi dengan lahapnya). Yanty perlu waktu satu setengah jam untuk mendapatkannya. Kejam, dibatasi hanya boleh beli dua! Saya dengan setia nongkrong di depan pikulannya, mendengarkan ‘keluh kesahnya’. Bayangkan saja, bapak ini membuat kerak telor mulai jam dua siang, dengan dua wajan, lima menit per telor, hitungan kasarnya 144, kali tujuh ribu per porsi… hem. Pantas dia tersenyum terus, walau sempat kaki dan perutnya kram.
Akhirnya dapat juga. Kaki Yanty sudah kesemutan saking lamanya antri, akhirnya daripada hanya dapat kerak telor, beli dodol juga (uenak tenan euy!), trus ketan uli (?), sama satu nasi goreng Aceh dibeliin Franky (karinyaaa…. wow!). Jam delapan lebih, kami kembali ke mobil, berdebu, capek, tapi senang. At least, ada yang bisa diceritakan ke orang-orang.
1. Kerak telor perjuangan
2. Yang dibawa pulang
3. Willi kepedasan
4. Sisi kecapaian
5. Sandal berdebu
Komentar