5 tahun pertama

Kata pembina BPN, masa-masa tersukar dalam pernikahan adalah 5 tahun pertama. Oh ya? setelah itu santai-santai saja? He… Yanty bilang jangan takabur. Jalani apa adanya, jangan menghitung waktu.
Doh… tapi tetap saja, 5 tahun itu sangat cepat. Sepertinya baru kemarin kami tergopoh-gopoh bangun pagi untuk memulai proses janji nikah, sekarang di rumah sudah ada dua kepala yang bercerita ini itu tak henti (kecuali saat mereka sedang makan dan tidur).
Dua minggu lalu kami mudik ke Salatiga, membuat heboh rumah Eyang sampai detik waktu pulang membuat goresan kenangan indah tetesan air mata melepas kepulangan kami ke Jakarta. Begitu besarnya makna keluarga kami ini di mata mereka. Sampai terharu…
5 tahun bukan juga berarti cukup waktu untuk mengisi penuh pundi-pundi receh kami. Selalu saja ada yang membuatnya kosong lagi. Bayari ini lah, bayar itu lah. Minggu depan, kami dihadapkan dengan ketukan baru: biaya sekolah, gee… Entah, selalu pada saatnya, pundi kami bisa terisi pas dengan keperluan. Habis itu kosong lagi. Hem… Tuhan memang membuat kami berada dalam jalanNya sesuai denan caraNya pula.
Tahun ke 5 kami tak dirayakan. Malah saya pergi pelayanan di Men’s Camp. Tak ada ucapan selamat, tak sempat berdoa pula, diburu waktu untuk advance ke Ciawi sore-sore. Sempat sedih juga, entah Yanty berasa sama atau tidak.
Sabtu ini kami hendak merayakannya kecil-kecilan. Sudah pesan Strawberry Cheese dari Harvest Cakes tanpa tulisan apapun jadi bisa buat kami, plus buat Sisi yang tanggal 24 lalu pun berumur dua tahun.
Apapun, baru 5 tahun hidup serumah patut disyukuri….