Berbagi Pengalaman Hidup

Dua minggu yang lalu Viktor meminta kesediaan kami berdua menjadi narasumber di komsel ibadah Dewasa Muda. Tema: membangun keluarga… atau semacam gitu lah. Ehm… Saya ragu sejenak. Bukan karena temanya, tapi tempat komselnya! Cideng hari Rabu jam 7 malam termasuk tempat yang ‘susah’ untuk didatangi. Well, setelah tanya Yanty, kami mengiyakan juga.
Mundur jadi Kamis, untuk menghindari macet saya jam 4 sore dari kantor jemput Yanty. Jam 5 langsung dari Kota ke Cideng. Macet di perempatan Tarakan, sampai di lokasi hanya setengah jam. Sempat menonton warga Hindu membakar ogog-ogog, lalu makan nasi goreng (kebanyakan minyak!) di pinggir jalan. Sampai jam 7.15 kami baru berhasil masuk tempat komsel. Aneh, di jalan itu yang bernomor ‘2’ ada dua rumah!
Mereka mulai tepat waktu, saat kami masuk mereka sedang ‘mencairkan suasana’. Hee… ice-breaker masih ada ya? Viktor memberi gambaran ‘komsel jomblo matang’. Yang Saya lihat, mereka masih muda sekali! Dion pun masih terlihat culun di antara mereka. He…he…he… Beberapa muka lama seperti Dion, Viktor, Johny, dan Lie Mi (cmiiw) yang sudah kami kenal sebelumnya. 2 lagu, doa, kenalan, dan 16 pemuda-pemudi ini kemudian siap dengan pertanyaan-pertanyaan mereka setelah Saya bercerita sedikit tentang keluarga kami sendiri.
Mereka menanyakan hal-hal ini bergantian. Saya mencoba meringkasnya, semoga bisa berguna untuk orang lain juga.


=====
Q: Bagaimana cara mengetahui bahwa kami sudah siap secara finansial untuk berumah tangga?
A: Hitung detil pendapatan & pengeluaran kalian berdua. Contoh, untuk sebulan pengeluaran makan berapa, transportasi, rumah, dan sebagainya. Lalu dihitung berapa besar bisa menabung. Itulah kekuatan finansial keluarga, tanpa bantuan pihak lain. Dengan menghitung keuangan saat ini, keuangan saat awal berumah tangga tak akan jauh berbeda.
Q: Bagaimana posisi Abbalove dalam hal ‘Perjanjian Pra Nikah’?
A: Abbalove sepertinya tidak memberikan pernyataan khusus tentang perjanjian ini. Yanty menjelaskan detil tentang penggunaan perjanjian pra nikah yang digunakan untuk melindungi harta yang sudah dimiliki sebelum menikah. Untungnya: posisi finansial suami dan istri sebelum menikah akan tercatat dengan baik, sehingga bila salah satu bermasalah dalam usahanya tidak akan mempengaruhi posisi finansial pasangannya. Kelemahannya: perjanjian seperti ini akan membangun tembok pemisah antara suami dan istri yang bisa saja menebal dan semakin tinggi, menghalangi aspek lainnya dalam hidup berumah tangga.
Q: Bagaimana cara menyelesaikan konflik emosional?
A: Satu, berlomba untuk minta maaf duluan. Dua, beri ruang & waktu bagi pasangan untuk menenangkan diri. Tiga, bicarakan dengan kepala dan hati yang cukup tenang. Empat, tak semua konflik harus berakhir dengan keputusan. Ada kalanya konflik hanya diakhiri dengan saling pengertian (toleransi).
Q: Bagaimana cara mengetahui pasti bahwa dia pasangan yang cocok buat saya?
A: Satu, saling terbuka, jujur. Dua, nilai diri sendiri apakah dapat menerima dan hidup dengan segala kekurangan yang ada di pasangan kalian. Adalah hal yang langka untuk mendapatkan sesuatu yang ideal di hidup ini. Keluarga adalah komunitas dalam kasih dan pengertian.
Q: Perlukah adanya cek medis sebelum melanjutkan hubungan/ pendekatan?
A: Boleh kalau dirasa perlu. Bicarakan berdua. Dasarnya adalah keterbukaan. Waktunya disesuaikan dengan intensitas hubungan kalian untuk membicarakannya. Kita berhak tahu kondisi jasmani & rohani calon suami/ istri. Misal tentang kemungkinan memiliki keturunan, yang bisa jadi pemicu konflik rumah tangga. Ingat, apa yang telah disatukan Allah tak dapat/ boleh dipisah oleh manusia.
Q: Komitmen apa saja yang biasa dibicarakan sebelum menikah?
A: Komitmen keuangan, membagi waktu bekerja dan keluarga, tinggal bersama mertua, cara mendidik anak, dan masih banyak lagi. Inilah yang harus menjadi topik pembicaraan saat kalian bertemu. Kualitas, bukan kuantitas.
Q: Bagaimana batasan pacaran? Berpegangan tangan?
A: Di Abbalove akan dituntun untuk menetapkan batasan kontak fisik. Tujuannya agar membatasi romantisme saat saling bertemu.
Q: Bagaimana cara mengatasi tekanan dari keluarga untuk menikah?
A: Satu, sepakati satu milestone yang realistis (bisa dicapai) untuk melangkah ke pernikahan. Kalau bisa, bicarakan milestone itu bersama orang tua. Milestone Saya dan Yanty adalah punya rumah sebelum menikah. Contoh lain: menyelesaikan kuliah sebelum menikah. Setelah menetapkan milestone, berkomitmenlah dengannya. Jangan menikah lebih cepat atau menundanya.
Q: Hidup dengan mertua?
A: Baik ataupun buruk, interfensinya akan tinggi. Bicarakan sebelum menikah. Kita menikah bukan hanya berdua, tapi menyatukan dua keluarga besar. Ingat, segala tanggung jawab terhadap keluarga yang baru sepenuhnya pada suami & istri, bukan pada orang tua, bukan pada mertua.
Q: Bagaimana mengetahui sikap-sikap buruk calon pasangan?
A: Keterbukaan, pilih waktu yang tepat untuk membicarakan hal-hal yang sensitif. Cara kedua, gali dari orang yang dekat dengannya, tapi pilihlah yang netral dan bijaksana.
Q: Hal apa yang sering menjadi sumber konflik setelah menikah?
A: Biasanya malah hal-hal kecil. Misal mempermasalahkan uang 50 ribu rupiah yang hilang, menaruh baju kotor sembarangan, dan sejenisnya. Solusinya? Mungkin hanya cukup dengan toleransi, rendah hati; dengan berlatih tentunya. Kita mesti bisa memisahkan hal-hal yang prinsip dan yang tidak. Pelanggaran hal-hal prinsipal harus dikoreksi.
Q: Bagaimana jika calon perempuan lebih superior?
A: Sebelum melanjutkan hubungan, lihat diri sendiri apakah sanggup hidup berkeluarga dengan kondisi seperti itu. Bicarakan dengan pasangan kalian. Ingat, kepala rumah tangga adalah suami, meskipun di sisi finansial (misal) suami bekerja pada perusahaan yang dipimpin istrinya.
Q: Hubungan eksklusif itu seperti apa? Kenapa harus dihindari?
A: Eksklusif itu kemana-mana hanya berdua, tak peduli dengan sekitar, menghindar dari komunitas, intinya: dunia ini hanya milik kita berdua. Harus dihindari, karena hubungan seperti ini tidak mencerminkan kehidupan yang sebenarnya. Hidup di dunia = hidup dalam komunitas. Hubungan eksklusif juga cenderung meningkatkan romantisme prematur sehingga bisa jatuh dalam dosa seks.
Q: Pentingkah keperjakaan dan keperawanan? Kapan hal ini bisa dibicarakan?
A: Kebanyakan pasangan menganggap hal ini penting. Pembicaraan soal keperjakaan dan keperawanan mesti dilakukan saat hubungan sudah cukup dewasa/ serius dan harus dengan pembina rohani (PA yang sudah menikah atau PKS BPN).
Q: Debar-debar berpacaran dan excitement nya hanya bertahan di saat awal. Bagaimana mengatasinya?
A: Excitement itu hanya bunga/ bonus. Dalam menjalin hubungan janganlah mengejar bonusnya, tapi kejar tujuannya: (kalau u/ Saya & Yanty) membangun keluarga yang menjadi berkat u/ orang lain. Sesuatu yang tak kekal adalah cinta. Sesuatu yang bisa bertahan selamanya adalah kasih. Kasih tak menggebu-gebu. Kasih itu sabar… dst.
Q: Hubungan jarak jauh, bisakah?
A: Bisa, walau memerlukan perhatian dan saling percaya penuh. Kita hidup tanggung jawabnya kepada Tuhan. Usahakan untuk menyelaraskan pandangan. Misal mengirimkan kaset kotbah, buku-buku referensi agar persepsi kita sama.
Q: Apa fungsi mengatur & membatasi waktu bertemu sebelum menikah?
A: Lama bertemu berbanding lurus dengan tumbuhnya nafsu. Jika rencana pernikahan masih lama, usahakan untuk membatasi waktu bertemu. Di diktat BPN ada panduan untuk menghitung waktu bertemu (termasuk menelpon). Jika merasa waktu yang terhitung sedikit, gunakanlah untuk membahas hal-hal yang penting seperti komitmen masa depan, dan doa bersama.
Q: Bagaimana cara mengetahui pasangan kami bertanggung jawab atau tidak?
A: Test saja. Satu, dengan waktu. Dua, dengan cara dia menggunakan uangnya. Lihatlah bagaimana dia menggunakan kartu kreditnya, bagaimana pelunasannya.
Catatan:
Segalanya perlu latihan. Minta maaf pun perlu latihan.
Jangan mengharapkan orang lain untuk berubah. Perubahan seseorang adalah urusan orang itu langsung dengan Tuhan
Apa yang telah disatukan Allah tak dapat/ boleh dipisah oleh manusia.
Kunci hubungan adalah komunikasi. Kunci komunikasi adalah keterbukaan.
=====
Acara berakhir 9.30 malam. Cape’? Tentu. Tapi ada hal lain yang seperti lepas dari saya. Seperti orang yang hilang rasa sakitnya karena kekenyangan. Hmm… Sharing seperti ini jauh lebih baik daripada sekedar blogging. He… Thank’s yaa…!
Oh ya, ada beberapa pertanyaan tambahan yang tak tercatat. Kalau ada yang mau menambahkan, saya tunggu di komentar yaa…