Beberapa teman saya sedang menggarap proyek negara… Sebut aja gitu. Simpel, bikin situs web informasi dengan sedikit tambahan aplikasi. Simpel = low cost project, period.
Problem muncul malah bukan hal teknis. Pertama, perusahaan pengikut tender harus terlisting dalam daftar vendor TI negara. Kalau belum masuk, mesti urus pendaftaran yang persyaratannya sepertinya sengaja dibuat tak mungkin dipenuhi. Mau shortcut? 4 juta tanpa kuitansi! Doh! Jujur amat yak. Saya pikir mereka akan langsung mundur. Eh, ternyata tidak! Resiko uang melayang kalau tidak lolos di tender.
Untungnya masuk. Tapi soal non-teknis tetap saja nongol. Format laporan harus sama dengan standar laporan negara. Templatenya? Ada, tapi bukan proyek TI… :)) Standard laporan ada 4 jenis: Pendahuluan, Antara, Draft Final, dan Final. Masing-masing 10 eksemplar! Ini benar-benar pemborosan! Bikin e-Gov tapi prosesnya masih sama saja.
Selesai? Belum! Masalah muncul lagi di akhir proyek. Implementasi harus di server negara. Hosting di tempat lain dilarang. Tapi untuk bertemu (hanya bertemu!) dengan admin servernya pun harus meninggalkan sejumlah uang tanpa kuitansi lagi! Eehh… Belum kelar, setelah pasang, lagi-lagi harus meninggalkan sejumlah uang tanpa kuitansi untuk menjamin eksistensi software untuk beberapa waktu. Ampun dah!
Dengar cerita begitu, saya jadi ngeh kalau negara mesti mengeluarkan sampai ukuran ratusan juta rupiah hanya untuk situs web berbasis freeware. Yang dibeli ternyata bukan teknologinya, bukan jasanya, bukan tenaga ahlinya, tapi tikus-tikusnya…
negara kita emang dipimpin oleh para tikus, mas!!!
buat kita yang pingin hidup dengan kerja bersih tetep miskin aje…