R.I.P, Frengky Allwyne

“Will…!!!” suara lantangnya kalau panggil Willi masih terngiang di benak saya. Saya memang nggak begitu dekat dengan adik ipar saya yang satu ini. Tapi apapun, saat dia meninggal hari Jumat lalu dada saya tetap merasa sesak juga. Masih 35 tahun, yang termuda di ruang ICU RS. Cikini. Darah tinggi, ginjal, jantung, dan sempat stroke. Saat menghembuskan nafas terakhirnya tensi menjulang di 200.
Mungkin tak banyak yang bisa saya kenang dari dia. Sikap dinginnya saat menyadari saya serius memacari kakaknya, beberapa ketegasannya saat “menggantikan” posisi Papa 7 tahun silam, tegang dan cerianya saat prosesi pernikahannya selesai, dan ngototnya agar Mama nggak tahu soal penyakitnya.
Mungkin… dia sudah jenuh dengan CAPDnya, lalu mencari mukjizat Tuhan sampai ikut KKR 2 minggu di Nusa Tenggara segala. Salut dengan niatnya, meski hati kecil saya sempat memprotes hamba Tuhan di sana yang sepertinya “main dokter-dokteran”. Apapun niatnya, Tuhan yang menentukan apa yang terbaik buat dia. Saya, istri saya, dan saudara-saudaranya, terlebih istri dan mamanya harus percaya itu. Setelah berjuang selama 3 minggu (2 minggu di RS Plumbon Cirebon, 1 minggu di RS Cikini Jakarta) akhirnya hari Jumat lalu pukul 17.30 meninggalkan raganya yang sudah tak tertolong lagi untuk menghadap Sang Pencipta.
Farewell my brother…