What the heck is SoD?

Salary on Demand. Cobalah cari istilah itu di literatur selain Google karena di mesin pencari besar itu tak menemukan sesuatu pun. Misalnya ketemu pun isinya tak relevan. Aneh kan? Karena itu saya mencoba menulisnya di bawah ini… 😀
Menurut seorang teman, SoD tak beda jauh dengan performance based salary yang biasa diterapkan pada rekan-rekan di sales & marketing, hanya saja parameternya lebih luas, menyangkut human resources juga seperti kehadiran dan, ehm… attitude. Hebat, eh? Ide kasarnya begini: Si A karyawan baru di perusahaan yang menerapkan SoD dengan perjanjian gaji satu juta sebulan. Karena perusahaannya menerapkan SoD, maka tiap bulan si A hanya mendapatkan 600 ribu saja (misalnya, 60%) sedangkan 400 ribu sisanya akan dia dapat pada akhir tahun masa kerja jika si A dianggap memenuhi seluruh parameter dalam SoD. Kalau tidak? Ya hanya dapat secara proporsional atau malah tidak dapat sama sekali.
Bayangkan saja kalau sistem ini diterapkan pada perusahaan yang memiliki kultur result based oriented (baca: mau ngapain kek sebodo amat pokoknya kelar on time & mencapai target). Apa nggak kepotong semua tuh gajinya? Belum lagi perhitungan pajak karyawannya yang jadi mbulet ribet. Akan ada lebih bayar pastinya karena perhitungan pemotongan pajak menggunakan nilai gaji yang disetahunkan (masih ingat saya dengan formnya pajaknya). Ujung-ujungnya karyawan juga yang dirugikan.
Dan sekarang, bayangkan saja jika sistem ini diterapkan pada perusahaan jasa teknologi informasi, yang pendapatannya tak tentu, performa sales naik turun drastis (ga kayak warung beras yang penjualannya cukup stabil, selama masih ada yang merasa wajib makan nasi), dan performa teknikal dan support yang baru terlihat kalau ada proyek. Hah!
Punya komentar?