Memang tidak mudah, namanya saja comfort zone. Tapi seringkali perubahan itu memerlukan pengorbanan. Ada yang mengorbankan (baca: menjual) Honda Astrea Prima nya untuk migrasi ke “tanah terjanji” OZ. Ada yang mengorbankan sahabat-sahabat dekatnya untuk mendulang SGD, sendirian, tanpa teman.
Saya? 10 tahun di Jakarta dengan segala tetek bengeknya tak sadar membuat saya nyaman. Heh? Nyaman dengan banjirnya? Nyaman dengan macetnya? Tentu saja tidak. Faktor lain yang membuat saya melekat di Jakarta masih banyak, dan seringkali menutupi keburukannya. Membuat mata saya selalu tertutup dengan opsi-opsi lainnya yang lebih baik. Tahun 1999 saya menolak 1500SGD per month hanya gara-gara saya belum menikah. Halah! Saya terpaku pada rencana masa depan yang tak bisa dibelokkan.
Di ujung 33 tahun ini, rasanya saya harus melihat masa depan bukan sebagai sumpit, tapi sebagai kipas yang punya peluang lebih banyak. Saya tak bilang lebih besar. Semoga mata saya terbuka lebar. Belum terlambat bukan?
Komentar