Aku nggak tahu kenapa bisa seperti ini, mungkin karena aku menaruh harapan
besar akan pemulihan keluargaku di jalur cepat. Pada intinya, kasih di hatiku
tertutup dengan ambisiku ini.
Hari Selasa, 26 September 2000, aku terima email dari bapak, isinya gini:
Hari ini jam 08.35 HP dicopet di bis kecil jurusan ke Kampus dari jalan
Solo (deket RS Bethesda) Yogya. Sorry banget karena itu kan dari Mas.
Wah, hand phone bapak hilang! He… termasuk kartu SIM-nya juga dong, yang
kata orang termasuk nomor unik (+62 816 4881884). Sempat juga kecewa, tapi hanya
sebentar. Pertama, yang menghilangkan bukan aku (egonya…). Yang kedua, itu
kan hanya barang. Aku ingat dengan Roni, saat jam tangannya dirampok orang di
depan Roxy Mas. Begitu juga dengan Yanty yang (lagi-lagi) jam tangannya direbut
orang, saat pulang kantor, (lagi-lagi) di depan Roxy Mas. Mereka merelakannya
karena semua berkat kita datang dari Allah. Jadi, hatiku beres saat itu juga.
Tapi bagaimana dengan bapak?
Malam harinya aku telpon ke rumah. Ah, nada menyesal dan kecewa yang aku rasakan
dari suara bapak. Aku sampai setengah mati membujuk bapak agar merelakannya.
Apalagi beberapa hari yang lalu kita berencana untuk beli satu lagi untuk dipakai
ibu, karena akhir-akhir ini mereka berdua sangat aktif berpergian.
Karena hampir putus asa, aku sms adikku. Dia lebih dekat dengan bapak, jadi
aku minta tolong dia saja yang telpon. Beberapa saat kemudian, dia telpon balik.
Katanya, dia lebih kawatir dengan ibu. Na…, aku jadi tambah pusing. Aku telpon
lagi ke rumah. Dari sinilah permasalahan dimulai….
Ternyata ibu lebih kecewa lagi. Dari yang aku tangkap, ibu sama sekali tidak
bisa merelakan hilangnya hand phone itu. Ada sesuatu di perkataan ibu yang membuatku
berkata tidak pada tempatnya. Aku bersikap menasehati daripada menghibur. Dan
itu membuat ibu sakit hati, dan memutus hubungan telepon. Wa….
Malam itu hatiku berkecamuk. Apa yang salah denganku? Dua jam suntuk berat,
aku mulai berdoa, minta hikmat yang lebih lagi dari Tuhan…, di depanku ada
Alkitab, diary, pena, dan 7110-ku. Tiba-tiba mataku terpaku dengan tulisan pengganti
operator logo di layar 7110-ku, 1 Korintus 13:7, kasih. Ampun! Itu yang salah!
Aku tadi menjadi bersikan menasehati karena tidak ada rasa kasih di hatiku.
Aku hanya menunjukkan rohaniku saja, tanpa menggunakan kasih sama sekali. Aku
hanya show off! Tuhan telah membuka mataku, hanya dengan kasih aku bisa masuk
ke dalam hati orang yang menutup dirinya seperti ibuku. Uh, malam itu aku tidur
pagi….
Tanggal 12 Oktober 2000 aku ikut LBC-A. Aku "dikuliti" habis-habisan
di situ, juga disadarkan kalo persoalan hand phone itu belum selesai tanpa pemberesan.
Sakit hati itu akan tetap ada dan membesar dan tanpa pemberesan berarti aku
tidak ada perubahan di mata keluargaku. Sebenarnya aku takut ada penolakan.
Tapi setelah sesi Hati Nurani berakhir, aku telpon ibu, minta maaf dan,… it’s
all going to a better way. God is good all the time.
Catatan akhir:
- Akhirnya jadi juga beli 2 hand phone. Punya Yanty (Nokia 6110) dikirim untuk
ibu, bapak dan Yanty sekarang pakai Siemens C35. Walaupun keluar uang lebih
banyak, tapi peristiwa ini memberi berkat buat orang lain juga, kan.
Komentar